SISTEM DAN DINAMIKA DEMOKRASI PANCASILA
SISTEM DAN DINAMIKA DEMOKRASI PANCASILA SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
- Hakikat Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat, maksudnya sistem pemerintahan yang rakyatnya memegang perenan yang menentukan, krena pemerintahan itu merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Abraham Lincoln menyatakan demokrasi adalah suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Henry B. Mayo sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Politik(2008:118-119)mengungkapkan prinsip dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu sistem politik yang demokratis.
Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :
- Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
- Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
- Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
- Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
- Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
- Menjamin tegaknya keadilan.
Kemudian, menurut menurut Alamudi sebagaimana dikutip oleh Sri Wuryan dan Syaifullah dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kewarganegaraan(2006:84), suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi apabila memiliki soko guru demokrasi sebagai berikut:
- Kedaulatan rakyat.
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
- Kekuasaan mayoritas.
- Hak-hak minoritas.
- Jaminan hak-hak asasi manusia.
- Pemilihan yang bebas dan jujur.
- Persamaan di depan hukum.
- Proses hukum yang wajar.
- Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.
- Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat
- Penerapan Demokrasi di Indonesia
Menurut Ahmad Sanusi dalam tulisannya yang berjudul Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi (2006: 193-205), mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, seluk beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Demokrasi dengan kecerdasan. Artinya, mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
- Demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Artinya, Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
- Demokrasi dengan rule of law. Hal ini mempunyai empat makna penting.
Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia itu harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.
Kedua, kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.
Ketiga, kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.
Keempat, kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum
(legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.
- Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara.
Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pemisahan kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab.
- Demokrasi dengan hak asasi manusia,
Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asas
tersebut, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
- Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka.
Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen)yang
memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya.
- Demokrasi dengan otonomi daerah.
Artinya, otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan Presiden. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada propinsi dan kabupaten/kota. Dengan Peraturan Pemerintah, daerah-daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepadanya.
- Demokrasi dengan kemakmuran.
Artinya, demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah
dan keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia.
- Demokrasi yang berkeadilan sosial.
Artinya, Demokrasi menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat.
C. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru, Masa Transisi Dan Masa Reformasi
- Masa Orde Lama
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 berlaku kembali di negara Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri. Sejak itu mulai berkuasa Orde Lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak berbagai macam penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang kebijaksanaan dalam negara. Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin negara dalam keadaan revolusi. Oleh karena revolusi adalah permanen, maka Presiden sebagai kepala negara yang sekaligus juga sebagai pemimpin besar revolusi diangkat menjadi pemimpin besar revolusi, sehingga Presiden masa jabatannya seumur hidup. penyimpangan ideologis maupun konstitusional ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya sebagai berikut:
- Demokrasi Indonesia diarahkan manjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh Presiden. Sehingga praktis bersifat otoriter. Padahal sebenarnya di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila berasaskan kerakyatan, sehingga seharusnya rakyatlah sebagai pemegang serta asal mula kekuasaan negara. Demikian juga sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
- Presiden sebagai pemimpin besar revolusi , maka memiliki wewenang yang melebihi sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-Undang tanpa melalui persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden.
- Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah, kemudian Presiden waktu itu membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan kemudian membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif di atas kekuasaan legislatif.
- Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara, yang berarti sebagai pembantu Presiden.
Karena pelaksanaan yang inkonstitusional itulah, maka berakibat pada ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi terutama dalam bidang keamanan. Puncak kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai dengan pemberontakan G 30 S PKI akhirnya pemberotakan itu dapat digagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh generasui muda.
Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar dan mahapeserta didik rakyat Indonesia menyampaikan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang meliputi:
- Bubarkan PKI.
- Bersihkan Kabinet dari unsur PKI.
- Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga Presiden tidak mampu lagi mengendalikannya, maka keluarlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang memberikan wewenang kepada Letnan Jendral Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa inilah seharah ketatanegaraan Indonesia dukuasai oleh kekuasaan Orde Baru (Darmodiharjo, 1979).
- Masa Orde Baru
Orde Baru pada awalnya bertujuan mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI bertekad untuk mempelopori pembangunan nasional Indonesia sehingga Orde Baru juga sering diistilahkan dengan Orde Pembangunan. Untuk itu MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan antara lain sebagai berikut:
- Tap MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang kabinet ampera, yang isinya menyatakan agar Presiden menugasi pengemban Supersemar, Jenderal Soeharto, untuk segara membentuk Kabinet Ampera.
- Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik kembali Pemimpin Besar Revolusi menhadi Presiden Seumur Hidup.
- Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan.
- Tap MPRS No. XXXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan dan kekaryaan.
- Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang di seluruh wilayah negara Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan untuk menyebarluaskan atau mengembangkan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Pada bulan Februari 1967 DPRDGR mengeluarkan suatu revolusi yaitu meminta MPRS agar mengadakan sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden. Menanggapi resolusi DPRGR inilah MPRS kemudian mengadakan sidang istimewa pada bulan Maret 1967. Sidang Istmewa tersebut mengambil keputusan sebagai berikut:
- Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap MPRS, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Sidang menetapkan berlakunya Tap. No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden dan menganglat Jenderal Soeharto. Pengemban Tap. No. IX/MPRS/1966, sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilih Umum.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dan berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun keamanan. Dalam kaitan dengan itu di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang No. 16 tentang Susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Atas dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah Orde Baru berhasil mengadakan Pemilu pertama. Dengan hasil pemilu pertama tersebut pemerintah bertekad untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan dalam GBHN yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan dan kemiskinan.
- Masa Reformasi
Kekuasaan Orde Baru sampai tahun 1998 membawa ketatanegaraan Indonesia tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana terkandung dalam Pancasila yang menasarkan pada kerakyatan di mana rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara, bahkan juga sebenarnya tidak mencerminkan demokrasi atas dasar norma-norma pasal-pasal UUD 1945.
Membangun Demokrasi untuk Indonesia suatu sistem pemerintahan adalah sistem yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari indikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar dalam bukunya yang berjudul Politik Indonesia;Transisi Menuju Demokrasi (2004:7-9) berikut ini:
- Akuntabilitas.Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan yang akan dijalaninya. Pertanggungjawaban itu tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan isterinya, juga sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan jabatannya.
- Rotasi kekuasaan.Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
- Rekruitmen politik yang terbuka.Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik yang terbuka.
Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan politik tersebut.
- Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekruitmen politik. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam akitivitas pemilihan seperti kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
- Pemenuhan hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga negara dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat serta hak untuk menikmati pers yang bebas.
Halaman Lainnya
Asal Usul dan Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Kelas X SMK)
Asal Usul dan Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika PENDIDIKAN PANCASILA KELAS X Majapahit merupakan kerajaan di Nusantara yang banyak menginspirasi bangsa Indonesia. Semboyan bhinneka tu
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana keputusan-keputusan penting diambil melalui pembicaraan bersama oleh rakyat. Di Indonesia, demokrasi sangat penting karena masyarakat Indone
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA (KELAS XI)
PENDIDIKAN PANCASILA KELAS XI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. Makna dan Hakikat Ideologi Ideology berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita
UUD NRI TAHUN 1945
UUD NRI TAHUN 1945 Konstitusi, dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), merupakan sumber hukum tertinggi di negara ini.
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM dalam Perspektif Pancasila
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA A. Hakikat hak dan kewajiban asasi manusia Makna hak asasi manusia Menurut